Breaking News

Garuda Ingin Jadi Bintang Lapangan Hijau

Apa yang terpikir ketika mendengar kata bola? Salah satunya mungkin “Budi” Manchester United yang batal bermain dengan Timnas, atau mimpi Indonesia masuk Piala Dunia. Benny Rhamdany, peraih Adikarya IKAPI 2007, berhasil menuliskan novel prekuel dari film Garuda di Dadaku dengan memasukkan nilai moral tanpa menggurui. Novel ini mengajarkan pembaca untuk mengambil pelajaran dari sepak bola. Mulai dari menahan diri, bersabar, dan kerja tim. Main bola tak sekadar menendang, mengoper, menggiring, atau mencetak gol. Kemenangan ditentukan keahlian, tapi juga tak bisa mengabaikan kerja sama yang solid.Novel ini awalnya menceritakan “Garuda” julukan Bayu, anak yang punya talenta besar di lapangan hijau. Keinginannya meneruskan cita-cita ayahnya, Bang Ali, yang gagal jadi pemain nasional. Kemudian seorang anak istimewa hadir dalam kehidupan Bayu. Mereka punya hobi sama, yakni bola.

Ayah Bayu yang berprofesi sebagai supir taksi, juga tak pernah menghentikan aksinya di lapangan hijau sebagai pelatih. Bayu tak hanya bermain dengan teman-temannya di sekolah, tapi juga bersama para supir taksi binaan sang ayah. Saking lihainya membawa bola itulah, oleh teman-teman ayahnya Bayu dijuluki “Garuda”.

Namun, sang kakek, Pak Usman, seorang pensiunan pegawai Pertamina tak suka cucunya main bola. Jadinya, Bayu selalu cari alasan tiap kali berlatih. Namun, sepandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Kakeknya terkejut dan marah saat melihat Bayu pulang bermain bola. Konflik lama antara sang Ayah dan anak, akhirnya tak bisa dibendung. Pak Usman masih kecewa dengan Ali, karena tak mau jadi pegawai Pertamina.

Buku ini juga mengingatkan kita soal mimpi. Betapa perjuangan meraih mimpi bukan suatu yang mudah. Kadang malah rintangan datang dari orang yang kita cintai. Karenanya Indonesia harus belajar banyak dari buku ini, bila impian untuk lolos ke ajang Piala Dunia ingin terwujud.

Mimpi Sang Garuda seakan membawa makna yang dalam bagi tim bola Indonesia. Jangankan masuk Piala Dunia, di Asia saja selalu kandas. Selain itu, buku pertama dari trilogi menceritakan persahabatan yang asyik, kompak, inspiratif dan menarik serta mengaharukan. Rugi rasanya bila tak membacanya. Sangat bagus untuk membangun mental anak dalam berolahraga, dan memotivasi semangat tim bola tanah air yang kita cintai.

Muflih Helmi
ribzah_helmi@yahoo.co.id
Anggota Komunitas Pena Ar-Royyan
(Dipublikasikan di Riau Pos tanggal 2 Agustus 2009)

Tidak ada komentar

Komentar Positif