Garuda Ingin Jadi Bintang Lapangan Hijau

Ayah Bayu yang berprofesi sebagai supir taksi, juga tak pernah menghentikan aksinya di lapangan hijau sebagai pelatih. Bayu tak hanya bermain dengan teman-temannya di sekolah, tapi juga bersama para supir taksi binaan sang ayah. Saking lihainya membawa bola itulah, oleh teman-teman ayahnya Bayu dijuluki “Garuda”.
Namun, sang kakek, Pak Usman, seorang pensiunan pegawai Pertamina tak suka cucunya main bola. Jadinya, Bayu selalu cari alasan tiap kali berlatih. Namun, sepandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Kakeknya terkejut dan marah saat melihat Bayu pulang bermain bola. Konflik lama antara sang Ayah dan anak, akhirnya tak bisa dibendung. Pak Usman masih kecewa dengan Ali, karena tak mau jadi pegawai Pertamina.
Buku ini juga mengingatkan kita soal mimpi. Betapa perjuangan meraih mimpi bukan suatu yang mudah. Kadang malah rintangan datang dari orang yang kita cintai. Karenanya Indonesia harus belajar banyak dari buku ini, bila impian untuk lolos ke ajang Piala Dunia ingin terwujud.
Mimpi Sang Garuda seakan membawa makna yang dalam bagi tim bola Indonesia. Jangankan masuk Piala Dunia, di Asia saja selalu kandas. Selain itu, buku pertama dari trilogi menceritakan persahabatan yang asyik, kompak, inspiratif dan menarik serta mengaharukan. Rugi rasanya bila tak membacanya. Sangat bagus untuk membangun mental anak dalam berolahraga, dan memotivasi semangat tim bola tanah air yang kita cintai.
Muflih Helmi
ribzah_helmi@yahoo.co.id
Anggota Komunitas Pena Ar-Royyan
(Dipublikasikan di Riau Pos tanggal 2 Agustus 2009)
Tidak ada komentar
Komentar Positif