Breaking News

TKW Hong Kong Bangun Proyek Besar Untuk Jadi Bangsa Pembaca

Sastrawan Bonari Nabonenar mengemukakan bahwa para penulis fiksi dari tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia yang bekerja di Hongkong kini telah membangun proyek besar untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa pembaca.

"Mereka telah membangun proyek luar biasa besar, proyek kebudayaan, yang bertujuan menggiring bangsa ini ke arah yang lebih baik, menjadi bangsa yang membaca," katanya dalam makalah untuk diskusi dan pelatihan menulis sastra di Hongkong, Minggu yang dikirimkan lewat email.Menurut Ketua Paguyuban Pengarang Sastra Jawa (PPSJ) itu, kenyataan itu kerupakan salah satu keajaiban dari kiprah para TKW Hongkong yang sejak 2005 - 2007 telah menerbitkan 10 buku fiksi, termasuk buku motivasi fenomenal karya Eni Kusuma, TKW asal Banyuwangi.

"Karenanya menurut saya layak kalau teman-teman TKW yang menjadi penulis itu disebut sebagai aktivis kebudayaan. Luar biasanya, mereka berkarya untuk ranah kebudayaan ini tanpa sokongan apapun dari pemerintah," katanya.

Pada kegiatan yang digelar Forum Lingkar Pena (FLP) Hongkong itu dia mengemukakan bahwa negeri Hongkong yang dihuni sekitar 100 ribu orang Indonesia yang semuanya perempuan, kini terdapat puluhan penulis produktif.

"Maka, jika kita berbicara tentang pertumbuhan sastra Indonesia, di manakah tempat yang paling subur? Kini kita sudah tahu jawabnya," katanya.

Dikatakannya, kegiatan menulis yang dikerjakan para TKW itu telah ikut meningkatkan derajat mereka dari sekedar pekerja rumah tangga (pembantu-red), meskipun secara materi mereka justru mendapatkan lebih daripada profesi yang dipandang paling tinggi di Indonesia sendiri.

"Inilah juga hebatnya, lonjakan derajat penghasilan di kalangan pekerja rumah tangga yang menulis itu dibarengi dengan lonjakan derajat pemikiran dan wawasan yang segera mengingatkan saya pada tokoh Semar di dalam dunia pewayangan," katanya.

Semar, katanya, adalah seorang dewa yang sehari-hari hidup di dunia "manusia" sebagai "rewang", "batur" atau pembantu. Pelatihan yang digelar dalam rangka menyambut ulang tahun (milad) ke-10 FLP itu dilaksanakan Islamic Union, Wan Chai, Hongkong dengan menghadirkan pembicara lain, dosen sastra Universitas Padjadjaran Bandung, M Irfan Hidayatullah.(*/erl)

Kisah TKW dalam Novel Islam Populer
BAGAIMANA persoalan kaum marjinal seperti tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri dikisahkan dalam sebuah novel bergenre ‘Islam populer’ oleh penulis jebolan Forum Lingkar Pena (FLP)? Kejutan: kisah TKW bernama Karimah dalam “Luka di Champs Elysees (LdCE)” terasa nyata terjadi tanpa pembaca merasa digurui soal religi. Kejutan bagi pembaca ini merupakan keberhasilan Rosita Sihombing, pengarang debutan baru.

LdCE terdiri dari tiga bagian, yaitu Awal, Masa Lalu, dan Kini. Pada bagian Awal, pembaca LdCE dibawa pengarang ikut merasakan langkah tertatih, waswas yang terpendam, dan pedih yang tertahan pada diri Karimah, yang hendak melahirkan, ketika ia menempuh jarak menuju rumah sakit negeri Bichat. Hamed, laki-laki yang sudah dua tahun hidup mendampinginya menghilang entah ke mana. Saat membaca bab Awal novel ini, bukan tidak mungkin pembaca akan menyangka bahwa LdCE adalah kisah asmara muslimah Indonesia yang berkeluarga di Perancis dengan pria asing. Saya membayangkan kesulitan-kesulitan identitas budaya dan keyakinan yang dihadapi wanita itu dalam pernikahannya, seperti yang nampak dalam novel “Sister of My Heart”, yang ditulis oleh Chitra Divakaruni.

Akan tetapi, pada bagian Masa Lalu dan Kini, pengarang mengajak pembaca menelusuri kisah silam Karimah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Riyadh, hingga akhirnya ia terdampar sebagai TKW ilegal di Perancis, sebuah negeri di Eropa yang masyhur dengan Champs Elysees-nya. Siapa sangka, di sudut kota yang romantis itu Karimah terluka, ditolong oleh Hamed, dan seketika hidupnya berubah.

LdCE menunjukkan pengarang cukup mengerti dengan kesulitan yang biasa dihadapi TKW asal Indonesia di luar negeri, sehingga deskripsi kehidupan Karimah di Riyadh dan Paris seakan terasa riil. Dengan gaya penuturan orang pertama, ditambah dengan wawasan luas pengarang atas kota dan masyarakat Paris, membaca LdCE seakan seperti mengikuti sebuah memoar seorang TKW. Padahal, Rosita tidak pernah menjadi TKW sebagaimana Maria Bo Niok yang menulis “Ranting Sakura” sehingga Rosita terbilang sukses meyakinkan pembaca mengenai tantangan profesi maupun kehidupan pribadi seorang TKW.

LdCE diterbitkan oleh Lingkar Pena Publishing, penerbit yang berafiliasi dengan komunitas Forum Lingkar Pena (FLP), yang banyak menghasilkan pengarang fiksi Islam populer, mulai dari Helvy Tiana Rosa hingga Habbiburahman el Shirazy. Latar belakang kepengarangan Rosita mengunggulkan LdCE di antara karya komunitas FLP, yaitu penulisan LdCE yang sederhana, rinci , tanpa terkesan Islam formal-idealis dengan dakwah maupun khotbah kepada pembacanya. Ada penyesalan dan khilaf pada diri Karimah, namun pembaca tidak digiring untuk melakukan justifikasi salah atau benar terhadap tokoh Karimah.

Dalam hal ini, genre ‘Islam populer’ novel yang ditulis oleh jebolan FLP ini patut dipertanyakan.

Hanya saja, upaya pengarang untuk ‘menyembunyikan’ nilai-nilai yang dianut “aku” demi menghasilkan novel bertokoh muslimah moderat harus dibayar dengan kurang intimnya pembaca terhadap pikiran dan perasaan tokoh “aku”. Pengarang kurang mendalami latar belakang sosial, nilai-nilai, dan prinsip hidup yang dianut Karimah. Tanpa bekal latar belakang sosial dan nilai “aku” yang matang, penafsiran si-“aku” atas lingkungan di sekitarnya terhitung minim, dan kurang liar. Alhasil, penuturan yang realis dan tanpa banyak prasangka ini mengakibatkan konflik-konflik yang terkandung dalam LdCE gagal melarutkan pembaca dalam suara batiniah dan spiritual “aku”.

Beberapa bagian kisah hidup “aku” menunjukkan bagaimana Karimah yang seorang muslimah harus berkompromi dengan keyakinannya karena ia harus bertahan hidup, misalnya ketika ia terpaksa melepas jilbab, tinggal bersama Hamed tanpa ikatan pernikahan, dan mengkhianati suami serta anaknya di Indonesia. Selain itu, penyesuaian Karimah terhadap Hamed, pekerjaan, dan lingkungan barunya di Perancis dilesapkan oleh pengarang melalui penuturan flashback dan ketika kembali ke alur kronologis, ke-kini-an Karimah pun ditulis dengan terburu-buru, yaitu hanya ketika Karimah melahirkan anak Hamed dan kepulangannya ke Indonesia.

Meski banyak bagian kisah kurang dieksplorasi oleh pengarang, LdCE perlu dinikmati oleh pembaca dari kalangan sosial mana pun karena LdCE mampu memberi wawasan tentang kehidupan seorang TKW di Perancis dengan ringkas dan gamblang serta membebaskan pembaca untuk menyelami dan menafsirkan ketokohan Karimah. Apalagi, pembaca seakan diajak berjalan-jalan di kawasan Perancis yang indah, terutama di Champs Elysees, tanpa perlu ikut-ikut terluka seperti Karimah.




Tidak ada komentar

Komentar Positif